DAMPAK PERTAMBANGAN BATUBARA DI
KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR TERHADAP KETERSEDIAAN AIR TANAH DAN EROSI
INSTRUMEN
EVALUASI LINGKUNGAN
Dosen
Mata Kuliah: Ir. Kartini MT
Disusun
oleh:
Muchlis D14112011
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2013
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin,
banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala
puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat,
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dalam rangka tugas mata kuliah Instrumen
Evaluasi Lingkungan.
Dalam
penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena
itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kepada
seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Tidak
ada gading yang tak retak, isi karya tulis ini juga tidak bebas dari
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan yang
membangun. Akhir kata semoga isi karya tulis ini bisa bermanfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah.................................................................................... 2
1.3
Tujuan...................................................................................................... 2
1.4
Manfaat.................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Batubara................................................................................................... 3
2.2
Hutan....................................................................................................... 5
2.3
Kerusakan Hutan Akibat Pertambangan Batubara.................................. 5
2.4
Dampak Kerusakan Hutan Akibat Pertambangan Batubara Terhadap Air
Tanah........................................................................................................ 6
2.5
Erosi Akibat Kerusakan Hutan di Kawasan Pertambangan.................... 7
2.5.1
Ekosistem Darat............................................................................ 7
2.5.2
Ekosistem Air................................................................................ 8
2.6
Upaya Penanggulangan Akibat Kegiatan Pertambangan Batubara......... 8
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan.............................................................................................. 9
3.2
Saran........................................................................................................ 9
DAFTAR REFERENSI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia
dikenal memiliki hutan tropis yang cukup luas dengan keaneka-ragaman hayati
yang sangat tinggi dan bahkan tertinggi kedua di dunia setelah Brazillia.
Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan Planologi Kehutanan RI tahun
2000 bahwa luas hutan Indonesia adalah 120,3 juta hektar atau 3,1% dari luas
hutan dunia (Suhendang, 2002). Seiring dengan berjalannya waktu dan tingkat
kebutuhan akan kayu semakin meningkat, mendorong masyarakat baik secara
individu maupun kelompok melakukan eksploitasi hasil hutan dengan tidak
memperhatikan kelestariannya. Kerusakan hutan di Indonesia tidak hanya terjadi
pada hutan alam tetapi juga telah terjadi pada hutan lindung. Padahal, hutan
lindung memiliki fungsi yang spesifik terutama berkaitan dengan ketersediaan
air. Air merupakan sumber kehidupan yang sangat penting terhadap keberlanjutan
kehidupan bagi semua mahluk hidup. Hal ini seperti telah tertuang dalam
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan yang
menjelaskan bahwa hutan lindung merupakan kawasan hutan karena keadaan sifat
alamnya diperuntukkan guna pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi
serta pemeliharaan kesuburan tanah
Batubara
merupakan bahan tambang yang sangat diperlukan oleh suatu industri untuk bahan
bakar mesin yang digunakan untuk proses produksi maupun sebagai bahan bakar
untuk kereta. Bahan tambang ini diperoleh dengan melakukan penggalian kedalam
perut bumi karena letak bahan baku batubara yang berada pada lapisan tanah
dalam dimana proses yang terjadi selama ribuan tahun. Penambangan batubara menimbulkan dampak yang
sangat besar terhadap lingkungan sekitarnya. Salah satunya pertambangan yang
ada di kabupaten Berau, Kalimantan Timur yang dikelola oleh PT Berau Coal. Hutan
yang menjadi lokasi penambangan ditebang untuk meperluas area penambangan agar
memudahkan dalam eksploitasi dan mobilitas di sekitar area tambang. Penebangan
hutan ini menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap kehidupan ekosistem
alam sekitar dan kehidupan masyarakat yang tinggal dikawasan hilir sungai dekat
penambangan batubara tersebut. Oleh karena itu, perlu diketahui dampak kerusakan
yang terjadi terhadap ekositem dan ketersediaan air tanah yang menjadi sumber
utama air bersih masyarakat di sekitar, agar dapat mengetahui tindakan penanggulangan/perbaikan
yang tepat dan cepat.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah:
·
Bagaimana kegiatan penambangan batubara
dapat menimbulkan dampak pada ketersediaan air tanah yang digunakan masyarakat
sekitar area tambang sebagai sumber utama air bersih ?
·
Bagaimana upaya yang dapat dilakukan
untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang rusak akibat penambangan batubara di
Kabupaten Berau, Kalimantan Timur ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari
kegiatan penambangan batubara pada kawasan hulu sungai terhadap ketersediaan
sumber air tanah yang digunakan masyarakat yang tinggal didaerah hilir sungai
sebagai sumber air bersih. Selain itu juga dapat diketahui dampak dari
kerusakan hutan yang disebabkan oleh kegiatan penambangan batu bara yang
menyebabkan berubahnya ekosistem hutan tersebut.
1.4 Manfaat
Manfaat
dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh kegiatan
penambangan batubara terhadap ketersediaan sumber air tanah yang digunakan oleh
masyarakat yang tinggal pada bagian hilir sungai lokasi penambangan batubara,
sehingga dapat melakukan tindakan penanggulangan untuk mengurangi dampak dari
penambangan tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Batu Bara
Batubara
adalah bahan galian yang terbentuk dari sisa tumbuhan yang terperangkap dalam
sedimen dan dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, Jenis sedimen ini
terperangkap dan mengalami perubahan material organik akibat timbunan (burial)
dan diagenesa.
Batubara
awalnya merupakan bahan organik yang terakumulasi dalam rawa-rawa yang
dinamakan peat. Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan
hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman karbon
kira-kira 340 juta tahun yang lalu (Jtl) adalah masa pembentukan batubara yang
paling produktif. Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian
umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan
organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses
pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia
yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Potensi
sumber daya batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di pulau kalimantan
dan pulau sumatera. Batubara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang digunakan dalam
industri. Dari segi ekonomis batubara jauh lebih hemat dari pada solar dengan
perbandingan sebagai berikut: solar Rp. 0,74/kilokalori sedangkan batubara Rp.
0.09/kilokalori. Dari segi kuantitas, batubara merupakan cadangan energi fosil
terpenting di Indonesia, Jumlahnya sangat melimpah, mencapai puluhan milyar ton.
Jumlah ini cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun
kedepan.
Seperti
yang diketahui, pertambangan batubara juga menimbulkan dampak terhadap
lingkungan sekitar. Aktivitas pertambangan mencemari lingkungan di sekitar
lokasi penambangan. Pencemaran tersebut antara lain :
1. Pencemaran Air
Penambangan
batubara secara langsung menyebabkan pencemaran air, yaitu dari limbah
pencucian batubara tersebut dalam hal memisahkan batubara dengan sulfur. Limbah
pencucian tersebut mencemari air sungai sehingga warna air sungai menjadi
keruh, asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai akibat endapan pencucian
batubara tersebut. Limbah pencucian batubara setelah diteliti mengandung
zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi.
Limbah tersebut mengandung belerang (b), merkuri (Hg), asam slarida (HCn),
mangan (Mn), asam sulfat (H2SO4), dan timbal (Pb). Hg dan Pb merupakan logam
berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit.
2. Pencemaran
Tanah
Tidak
hanya air yang tercemar, tanah juga mengalami pencemaran akibat pertambangan
batubara ini, yaitu terdapatnya lubang-lubang besar yang tidak mungkin ditutup
kembali yang menyebabkan terjadinya kubangan air dengan kandungan asam yang
sangat tinggi. Air kubangan tersebut mengadung zat kimia seperti Fe, Mn, SO4,
Hg dan Pb. Fe dan Mn dalam jumlah banyak bersifat racun bagi tanaman yang
mengakibatkan tanaman tidak dapat berkembang dengan baik. SO4 berpengaruh pada
tingkat kesuburan tanah dan PH tanah, akibat pencemaran tanah tersebut maka
tumbuhan yang ada diatasnya akan mati.
3.
Pencemaran Udara
Penambangan
batubara menyebabkan polusi udara, hal ini diakibatkan dari pembakaran
batubara. Menghasilkan gas nitrogen oksida yang terlihat cokelat dan juga
sebagai polusi yang membentuk acid rain (hujan asam) dan ground level ozone,
yaitu tipe lain dari polusi yang dapat membuat kotor udara.
Selain
itu debu-debu hasil pengangkatan batubara juga sangat berbahaya bagi kesehatan,
yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit infeksi saluran pernafasan (ISPA),
dan dalam jangka panjang jika udara tersebut terus dihirup akan menyebabkan
kanker, dan kemungkinan bayi lahir cacat.
2.2
Hutan
Indonesia
dikenal memiliki hutan tropis yang cukup luas dengan keaneka-ragaman hayati
yang sangat tinggi dan bahkan tertinggi kedua di dunia setelah Brazillia.
Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan Planologi Kehutanan RI tahun
2000 bahwa luas hutan Indonesia adalah 120,3 juta hektar atau 3,1% dari luas
hutan dunia. Seiring dengan berjalannya waktu dan tingkat kebutuhan akan kayu
semakin meningkat, mendorong masyarakat baik secara individu maupun kelompok
melakukan eksploitasi hasil hutan dengan tidak memperhatikan kelestariannya.
Eksploitasi hasil hutan tersebut biasanya dilakukan secara ilegal seperti
melakukan pembalakan liar, perambahan, pencurian yang mengakibatkan kerusakan
hutan di Indonesia tidak terkendali (laju kerusakan hutan Indonesia 2,8 juta
hektar per tahun). Akibatnya, kerusakan hutan atau lingkungan tak terkendali
tersebut mengakibatkan luas hutan semakin menurun, lahan kritis semakin
bertambah, dan sering terjadi bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan
lain sebagainya.
Kerusakan
hutan di Indonesia tidak hanya terjadi pada hutan alam tetapi juga telah
terjadi pada hutan lindung. Padahal, hutan lindung memiliki fungsi yang
spesifik terutama berkaitan dengan ketersediaan air. Air merupakan sumber
kehidupan yang sangat penting terhadap keberlanjutan kehidupan bagi semua
mahluk hidup. Hal ini seperti telah tertuang dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan yang menjelaskan bahwa hutan lindung
merupakan kawasan hutan karena keadaan sifat alamnya diperuntukkan guna
pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan
tanah.
2.3
Kerusakan Hutan Akibat Pertambangan Batubara
Bahan
tambang merupakan bahan yang berada didalam bumi sehingga untuk mengambilnya
perlu dilakukan penggalian. Batubara merupakan salah satu bahan tambang yang
banyak ditemukan dikawasan hutan yang tua karena proses terbentuknya batubara
merupakan sedimentasi dari tanaman pada zaman purba yang mengalami proses
penimbunan hingga ribuan tahun. Dalam upaya eksploitasi bahan tambang batubara
ini, perlu dilakukan perluasan area tambang untuk memudahkan mobilitas
pengangkutan dan pengambilan batubara tersebut. Kawasan hutan yang memiliki
potensi batubara harus disingkirkan atau ditebang untuk dilakukan penggalian.
Karena besarnya sumber daya batubara pada suatu lokasi maka luas area hutan
yang disingkirkan untuk kegiatan tersebut semakin luas.
2.4
Gambaran Umum Lokasi Pertambangan
Wilayah
Kabupaten Berau, terletak pada koordinat 1 °
12’ 00” - 2 ° 36’ 00” LU dan 116
° 00’ 00” - 118° 57’ 00” BT. Letak
Geografis Kabupaten Berau yang dekat dengan garis katulistiwa menjadikan daerah
ini memiliki iklim tropis dengan curah hujan tinggi dan hari hujan merata
sepanjang tahun. Intensitas penyinaran matahari yang tinggi menjadikan suhu udara
relatif tinggi sepanjang tahun dengan kelembaban udara yang tinggi pula.
Sebagai daerah dengan iklim tropis. Kabupaten Berau memiliki dua musim yaitu musim
penghujan dan musim kemarau. Kedua musim tersebut diselingi dengan masa
peralihan dengan curah hujan masih relatif banyak. Namun demikian kondisi alam
Kabupaten Berau yang masih dikelilingi oleh hutan tropis yang masih lebat menjadikan
daerah ini berkarakter hutan hujan tropis dengan curah hujan yang relatif
merata sepanjang tahun. Hal ini didorong oleh kelembaban udara yang tinggi dan
daerah perairan yang masih luas. Curah hujan cenderung tinggi sepanjang tahun, berkisar antara 91 - 246 mm
perbulan (Subardja, 2007).
Formasi
pembawa lapisan batubara pada daerah potensi batubara konsesi PT. Berau Coal
adalah Formasi Berau dan Formasi Lati. Formasi ini terdiri dari satuan
batupasir, mudstone ,batulanau,
batulempung, batubara dan batugamping. Ketebalan Formasi Berau atau Formasi
Lati berkisar 600 meter hingga 1.600 meter, umur Miosen Tengah hingga Miosen
Atas dan diendapkan dalam lingkungan delta dan laut dangkal. Formasi ini jari
jemari dengan Formasi Sterile di bagian bawahnya dan tidak selaras dengan Formasi
Labanan di bagian atasnya (Subardja, 2007).
Metode
penambangan yang dilakukan pada PT. Berau Coal menggunakan pola penambangan box-cut
contour mining. Pola penambangan box cut
contour mining dilakukan pada areal-areal
yang memiliki kemiringan lapisan relatif landai dan dengan luas areal timbunan
di luar areal tambang yang relatif sangat terbatas. Pemakaian pola penambangan
ini salah satunya adalah bertujuan agar luas areal yang terganggu oleh kegiatan
penambangan tidak terlalu luas. Areal untuk penimbunan tanah penutup diusahakan
tidak terlalu jauh dari areal bukaan dan sedapat mungkin dengan memanfaatkan
kembali bekas areal bukaan (Subardja, 2007).
2.5
Penggunaan Lahan di Kawasan Berau
Gambar 2.5. Peta Penggunaan Lahan di kawasan
Berau, Kaltim.
Tabel
2.5. Penggunaan Lahan di Kawasan Berau, Kaltim.
Kawasan tambang batubara di kabupaten Berau
terus dilakukan perluasan, sementara penggunaan lahan disekitarnya mengalami
penurunan. Dari tabel terlihat bahwa sampai dengan tahun 2002 telah terjadi
konversi hutan seluas 0,234 Ha, terdiri dari 0,061 Ha industri (PT Berau Coal),
0,009 Ladang dan 0,161 Ha Semak Belukar. Di sekitar lokasi tersebut, terdapat
lahan kosong seluas 0,003 Ha , kemungkinan besar lahan tersebut sebagai
persiapan perluasan lahan PT. Berau Coal. Hal ini terlihat pada pengamatan
citra udara tahun 2006 terdapat kawasan industri, sementara kawasan tersebut
merupakan lahan kosong pada tahun 2002. Sampai dengan tahun 2006 konversi yang
terjadi dari lahan hutan adalah seluas 0,451 Ha. Konversi tersebut
berturut-turut menjadi lahan industri PT Berau Coal adalah seluas 0,088 Ha,
ladang 0,035 Ha, lahan kosong 0,034 dan semak belukar 0,294 Ha.
2.6
Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan Batubara
Aktivitas
pertambangan batubara yang dilakukan dikawasan Berau, Kalimantan Timur tidak
hanya mempunyai dampak langsung terhadap lingkungan sekitar berupa pencemaran.
Pengrusakan hutan dari kegiatan pertambangan tersebut juga mempengaruhi siklus
hidrologi dan kehidupan ekosistem didalam kawasan tersebut. Selain itu,
kegiatan tersebut juga memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat yang
tinggal dibagian hilir.
Hutan
yang ditebang untuk kegiatan pertambangan batubara memiliki fungsi dan pengaruh
terhadap ketersediaan air tanah yang memiliki peran penting dalam ketersediaan
air bersih pada masyarakat. Hutan tersebut memiliki fungsi sebagai penangkap
tanah agar lapisan permukaan tanah yang dapat menyerap air tidak lari atau
berpindah.Tingginya kemampuan penyerapan air oleh permukaan tanah yang berada
di kawasan hutan, maka air hujan yang turun di sana tidak seluruhnya menjadi
air limpasan (run off). Sebagian
besar meresap ke dalam tanah, hanya sedikit yang menjadi air larian. Run off atau air limpasam adalah air
yang tidak mampu diserap oleh permukaan tanah. Air ini akan turun ke kawasan yang
lebih rendah. Jika air limpasan ini melebihi daya dukung sungai maka dapat
menimbulkan banjir.
Sebagian
besar air hujan yang turun di kawasan hutan akan diserap oleh tanah
(infiltrasi) dan tersimpan di aquifer.
Selanjutnya, air yang tersimpan di aquifer
akan mengalir melalui celah-celah atau pori tanah yang akhirnya terkumpul
atau mengalir menjadi air tanah yang digunakan masyarakat sebagai air sumur.
Selain melalui sumur, air tanah tersebut juga dapat keluar sebagai mata air.
Mata air tersebut mengalir melalui sungai yang berada dikawasan hutan tersebut
menuju hilir.
2.7
Erosi Akibat Kerusakan Hutan di Kawasan Pertambangan
Hutan
sekitar kawasan pertambangan yang sudah rusak dapat menimbulkan dampak erosi
yang dapat berakibat buruk terhadap lahan dan ekosistem dikawasan tersebut. Kawasan
hutan yang sudah tidak memiliki tegakan pohon, hempasan air hujan akan langsung
menumbuk permukaan tanah yang menyebabkan terjadinya erosi. Tumbukan air hujan
secara terus menerus dapat mengikis lapisan atas tanah (top soil) dan mengakibatkan tingginya nilai TSS pada aliran sungai
sekitar area pertambangan. Hal ini didasari oleh penelitian Ety Parwaty dkk,
2011, di kawasan aliran sungai dekat lokasi pertambangan dengan kondisi hutan
yang sudah gundul. Hasil analisis nilai TSS dapat dilihat pada tabel 2.5 dimana
dari tahun 1994 sampai 2006 terjadi peningkatan nilai TSS seiring meluasnya
lahan pertambangan batubara dan peralihan penggunaan lahan di kawasan tersebut.
Tabel 2.7. Hasil
Analisis Nilai TSS dari tahun 1994-2006
Tumbukan
air hujan yang terus menerus akan mengikis top
soil sehingga dapat menimbulkan longsor (land slide). Dengan longsornya lapisan tanah yang kaya unsur hara
tersebut akan menghambat pertumbuhan vegetasi pada tanah yang ditinggalkannya,
sehingga lahan tersebut tidak dapat di reklamasi. Selain itu, tanah yang
tinggal tersebut juga dapat berdampak terhadap masyarakat yang tinggal dibagian
hilir sungai, karakteristik tanah pada lapisan kedua yang relatif keras dan
memiliki pori tanah yang relatif rapat dapat menghambat infiltrasi ketika
terjadi hujan. Akibatnya air hujan yang turun sebagian besar akan menjadi air
limpasan (run off) yang langsung
mengalir menuju sungai. Apabila debit air limpasan yang masuk lebih besar
daripada kapasitas sungai menampung dan mengalirkan air maka akan terjadi
banjir.
Erosi
yang terjadi juga mempengaruhi ekosistem yang berada didaratan dan perairan
(sungai) yang berada dikawasan tersebut. Pengaruh tersebut antara lain:
2.7.1
Ekosistem Darat
Erosi akibat kerusakan tanaman hutan
yang memegang peran dalam mengikat lapisan tanah bagian atas (top soil) telah mengubah ekosistem hutan
yang sebelumnya kaya akan keanekaragaman hayati (flora dan fauna) menjadi lahan
kosong yang sudah rusak akibat kegiatan penambangan batubara. Tanaman memerlukan
unsur hara yang banyak terdapat pada lapisan tanah atas (top soil) untuk dapat tumbuh. Pengrusakan pohon yang menjadi
pengikat tanah lapisan atas tersebut membuat tanah tersebut mudah terlepas. Air
hujan yang jatuh ke tanah memiliki energi kinetik yang membuat lapisan tanah
tersebut perlahan-lahan terlepas. Puncak dari erosi tersebut yaitu terjadinya
tanah longsor yang membawa lapisan tanah tersebut berpindah dalam jumlah yang
besar. Dampak dari erosi tersebut tumbuhan dan hewan tidak dapat menyesuaikan
diri dengan kondisi tersebut sehingga ekosistem dihutan tersebut berubah.
2.7.2
Ekosistem Air
Erosi
yang terjadi akibat air hujan yang jatuh membawa partikel tanah dan masuk
kedalam sungai/perairan sebagai air limpasan. Partikel tanah tersebut akan
membuat konsentrasi TSS semakin tinggi
sehingga membuat sungai tersebut menadi keruh dan dangkal akibat
sedimentasi. Keruhnya sungai tersebut akan mempengaruhi kadar oksigen terlarut
yang diperlukan oleh biota air untuk hidup. Berkurangnya kadar DO tersebut
berpengaruh terhadap keberadaan ikan pada perairan tersebut, ikan akan
berpindah atau mati. Tingginya konsentrasi TSS juga mempengaruhi masuknya
cahaya matahari yang diperlukan tanaman air untuk proses fotosintesis.
2.8
Upaya Penanggulangan Akibat Kegiatan Pertambangan Batubara
Upaya
yang dapat dilakukan untuk menanggulangi lahan/hutan yang telah rusak akibat
penambangan batubara, diantaranya yaitu:
·
Menanam kembali lahan yang ditebang
dengan vegetasi yang dapat mengembalikan
kondisi ekosistem dengan cepat.
·
Membuat terasering pada lahan yang rusak
untuk mencegah erosi yang lebih besar.
·
Menanam tanaman yang dapat menyimpan air
tanah lebih banyak.
·
Menggunakan lahan kosong tersebut
sebagai lahan perkebunan sehingga dapat memiliki fungsi ganda.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil
dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
v Dampak
penambangan batubara yaitu rusaknya hutan yang menjadi tempat menyerapnya air
kedalam tanah ketika hujan terjadi sehingga jumlah air tanah akan berkurang
karena infiltrasi yang terjadi sangat kecil.
v Kerusakan
hutan menyebabkan terjadinya erosi yang mengakibatkan berkurangnya populasi
ikan dan tanaman hutan disekitar lokasi penambangan batubara di kabupaten
Berau, Kalimantan Timur.
v Penanggulangan
hutan yang telah rusak tersebut dapat dilakukan dengan mengadakan reboisasi dan
pembuatan terasering untuk memperkecil erosi yang terjadi. Selain itu penutupan
kembali lahan bekas pertambangan juga perlu dilakukan untuk mempercepat
pertumbuhan vegetasi.
3.2 Saran
Kegiatan penambangan batubara memiliki
dampak pencemaran terhadap air, udara dan tanah. Dampak pencemaran tersebut
sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat yang tinggal dibagian hilir
dimana masyarakat menggunakan sumber air bersih yang berasal dari mata air
pegunungan di kawasan penambangan batubara. oleh karena itu, untuk penelitian
selanjutnya perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai dampak pencemaran
terhadap air tanah yang disebabkan oleh penambangan batubara.
DAFTAR
REFERENSI
Arifin,
B. 1996. Kontroversi Program Konservasi Lahan. Jurnal Sosio Ekonomika 2 (3):
9-18.
Arsjad,
S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB Press: Bogor
Ditjen RRL (Direktorat Jenderal
Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan). 1999. Luas
Lahan
Kritis di Indonesia dan Statistik dalam Angka. Direktorat Rehabilitasi Lahan
dan Konservasi Tanah Departemen Kehutanan. Departemen Kehutanan: Jakarta.
Forest Watch Indonesia. 2001. Potret Kehutanan
Indonesia. Forest Watch
Indonesia: Bogor.
Nelson, A. & Nelson, K. D. 1973. Dictionary of water and water engineering
Butterwarths & Co,
Ltd: London
Parwaty, Ety.Bambang Trisakti, Ita
Carolita dan Tatik Kartika, 2004. Laporan
Akhir:
Pengembangan Model Prediksi Kondisi Dinamis Kawasan Perairan Sagara Anakan
Menggunakan Teknologi Inderaja.Jakarta
Priyono, C.N.S dan S. A. Cahyono. 2003.
Status dan strategi pengembangan
pengelolaan
DAS di masa depan di Indonesia. Alami 8(1):1-5.