Jumat, 22 Januari 2016

Wujud Komitmen Green and Suistainability Mining PT. Newmont Nusa Tenggara dalam Upaya Pengelolaan Lingkungan Pasca Tambang



Wujud Komitmen Green and Suistainability Mining PT. Newmont Nusa Tenggara dalam Upaya Pengelolaan Lingkungan  Pasca Tambang

Oleh: Muchlis, Universitas Tanjungpura

Indonesia dikaruniai sumber daya alam dan energi yang melimpah. Potensi sumber daya dan cadangan mineral metalik tersebar di 437 lokasi di Indonesia bagian barat dan timur. Akan tetapi pada kenyataannya, banyak masyarakat yang merasakan dampak negatif dari kegiatan pertambangan dimana masih banyak perusahaan tambang yang hanya memikirkan keuntungan secara pribadi saja dan tidak memperhatikan lingkungan yang dipakai dalam pengolahan tambang. Aktivitas pertambangan sering dikaitkan dengan bayang-bayang kerusakan alam dan dampak negatif lainnya yang akan di timbulkan. Tidak lupa pula, beberapa cerita tragedi lingkungan yang pernah terjadi di negeri ini pun ikut diselipkan dalam setiap opini-opini dan aksi penolakan operasi tambang yang akan beroperasi. Akibatnya stigma-stigma negatif tentang operasi tambang yang tidak benar dan tidak bisa di pertanggungjawabkan tersebut menyebar luas menjadi sebuah ‘momok” bagi masyarakat sehingga menimbulkan ketakutan yang berlebihan mengenai operasi tambang. sejarah pertambangan Indonesia juga pernah mencatat kasus buyat pada tahun 2004 sebagai tragedi pencemaran tambang nasional pada saat itu, seperti penjelasan Luciana dan Dwi “Pengaruh Environmental Performance dan Environmental Disclosure terhadap Economic Performance” pada tahun 2007 menyebutkan bahwa PT. NMR telah melakukan pembuangan tailing ke laut, yang saat ini diikuti oleh PT. NNT.

Komitmen Penambangan Berkelanjutan PT Newmont Nusa Tenggara (PT.NNT)
Agenda pertambangan hijau dan berkelanjutan (Green and Suistainability) di Indonesia mulai dilirik sebagai respon terhadap maraknya berita tentang dampak-dampak negatif kegiatan pertambangan dan nasib buruk wilayah bekas penambangan yang diterlantarkan.Di dalam PP No. 78 Tahun 2010 dijelaskan juga mengenai Reklamasi dan Pascatambang yang memiliki kaitan yang erat dengan tanggung jawab perusahaan tambang. Dengan tujuan yaitu menciptakan adanya pembangunan berkelanjutan, maka dari itu kegiatan pertambangan harus tetap memperhatikan kualitas lingkungan serta prinsip-prinsip pengelolaanya serta dukungan dari masyarakat sekitar. Kegiatan pertambangan jika tidak dilaksanakan secara tepat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan seperti yang telah di jelaskan di atas tadi, terutama gangguan keseimbangan permukaan tanah yang cukup besar. Dampak lingkungan akibat kegiatan pertambangan antara lain: penurunan produktivitas lahan, tanah bertambah padat, terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya gerakan tanah atau longsoran, terganggunya flora dan fauna, terganggunya kesehatan masyarakat, serta perubahan iklim mikro.
Tanggung jawab yang begitu besar terhadap lingkungan yang harus di jalani oleh perusahaan pertambangan pasca pengelolaan merupakan bentuk tanggung jawab yang sangatlah penting bagi perusahaan pada sektor pertambangan dimana bertujuan agar dapat memulihkan kembali fungsi lingkungan dan ekosistem yang sempat terganggu akibat kegiatan pertambangan. Hal ini tentunya tidak terlepas juga bersama campur tangan dari pemerintah setempat. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan dewasa ini menjadi bagian yang wajib dilaksanakan oleh perusahaan. Seperti yang tercantum dalam UU Republik Indonesia No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dimana pemerintah mengatur dengan tegas bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
"Wujud tanggung jawab dan komitmen untuk melakukan penambangan yang hijau dan berkelanjutan pun implementasikan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara dalam setiap kegiatan pertambangan dan pasca penambangan. Penggunaan teknologi dan system yang baik juga dilakukan untuk menunjang perbaikan lingkungan yang lebih baik"
   



1. Sistem Pengolahan Air


Gambar 1. Air Asam Tambang di dalam stock pit

Salah satu limbah berbahaya yang berasal industri pertambangan selain logam berat adalah Air Asam Tambang. Industri Pertambangan memang akan selalu berbenturan dengan isu lingkungan. Air asam tambang atau biasa juga dikenal sebagai Acid Mine Drainage (AMD) atau Acid Rock Drainage (ARD) adalah kondisi dimana air di dalam atau sekitar area pertambangan memiliki kadar ke-asam-an yang sangat tinggi, biasanya diindikasikan dengan nilai PH < 5.


Gambar 2. Pemompaan Air Asam Tambang dari stock pit    


Pengolahan Air Asam Tambang (AAT) yang terbentuk di sump pit batu hijau  dilakukan dengan cara ditampung dan dilakukan proses pemompaan (lihat gambar) menuju area aliran Sekongkang 1. Dari sekongkang satu yang merupakan hulu aliran tampungan AAT, air asam akan mengalir menuju hilir sekongkang 3. Di PT Newmont Nusa Tenggara (PT.NNT) limbah AAT tidak dinetralkan melalui proses pengapuran, tetapi di daur ulang dan digunakan untuk processing (flotasi) yang membutuhkan air dalam jumlah besar. Untuk air asam tambang yang berasal dari stock pile juga diarahkan ke Sekongkang 1, untuk kemudian bertemu dengan aliran AAT dari Pit dan juga digunakan untuk tahapan flotasi. Proses Tailing juga berpotensi menghasilkan AAT karena didalamnya masih mengandung unsur mineral sulfida. Dalam konteks tailing, PT NNT menempatkan tailingnya dengan metode penempatan bawah laut atau dalam konteks penanganan AAT, hal ini tergolong metode wet cover sehingga dapat mencegah terbentuknya Air Asam Tambang.

2.      Tailing Bawah Laut
Teknologi penempatan tailing ke dasar laut (submarine tailing placement technique) merupakan salah satu hasil penerapan teknik penempatan tailing unggulan yang dianggap lebih kecil dampak dan resikonya terhadap lingkungan, dibandingkan dengan penempatan tailing di darat (Ellis, 1987). Penempatan tailing di darat, berpeluang menimbulkan kontaminasi tanah dan air bawah tanah oleh unsur-unsur logam. Selain itu, pelarutan logam berat oleh air hujan dan oksidasi oleh udara akan menyebar di permukaan tanah sehingga akan meningkatkan luasan lahan cemaran.



Gambar 3. Lokasi Tambang dan Tailing PT.NNT

Penambangan tembaga dan emas PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) Batuhijau, Sumbawa Barat, mengolah bijih dari batuan induk yang termasuk berkadar rendah (low grade). Dari setiap ton batuan yang diolah hanya menghasilkan 5 kg tembaga dan sekitar 0,5 gram emas.  Oleh sebab itulah, PT NTT menerapkan teknologi tinggi dan peralatan pengolah yang canggih untuk mengolah batuan induk berkadar rendah ini. Agar usaha penambangan ini dapat memberikan keuntungan maka diupayakan untuk mengolah batuan induk dalam jumlah besar, sebagai konsekuensinya maka tailing yang dihasilkan akan berjumlah besar pula. Penempatan tailing penambangan emas PT NNT ke parit dasar laut Senunu, sejak tahun 1999, dengan kapasitas buang sekitar 170.000 ton/hari telah membentuk aliran tailing yang bergerak terus oleh efek gayaberatnya sendiri (movement of tailing deposition mound).  
Dari unit konsentrator, tailing ini disalurkan melalui pipa berdiameter 102 cm sepanjang lebih kurang 6,1 km sampai ke pantai, kemudian akan mengalir sebagai aliran gaya berat melalui pipa bawah laut sepanjang 3,2 km sampai mencapai kedalaman 112 meter. Berdasarkan data distribusi vertical temperatur air laut setempat, kedalaman 100 m ini merupakan lapisan termoklin (temperatur air laut turun secara mencolok terhadap kedalaman). Dengan demikian, lumpur tailing ini akan menyebar di dasar laut dan tidak mungkin naik lagi ke permukaan karena lumpur tailing ini mempunyai densitas lebih besar dari densitas air laut yaitu antara 1,3 -2,6 gr/cc (Lubis, dkk, 2001).








Gambar 4. Kondisi perpipaan tailing bawah laut dan kondisi tailing yang berada
                            di dasar laut

Di dasar laut, bentuk timbunan tailing ini mengalami pemampatan oleh tekanan hidrostatis dari kolom air laut itu sendiri sehingga membentuk aliran lumpur liat yang bergerak merayap (creeping) sepanjang parit dasar laut Senunu. Parit Senunu menurut fisiografi-geologi termasuk submarine canyon of magmatic arc yang ditutupi sedimen tipis pasir lanauan yang berasal dari abu batuan gunung api Bali dan Lombok .

3.      Reklamasi Lahan Pasca Tambang
Penambangan alam tidak bisa dipungkiri harus terjadi seiring kebutuhan manusia itu sendiri terhadap hasil tambang seperti: emas, batubara, tembaga serta sumber mineral berharga lainnya seiring ketergantungan manusia terhadap teknologi masa kini seperti kendaraan bermotor, laptop, handphone dan mesin yang semuanya tidak bisa dipisahkan dari hasil penambangan tersebut. PT Newmont Nusa Tenggara menyadari resiko penambangan yang berimplikasi pada kerusakan hutan akibat pembukaan lahan dengan melakukan upaya penuh merecovery hutan kembali secara bertahap sehingga hutan kembali ke asalnya. Pembukaan lahan untuk penambangan PT NNT seluas 2.743 hektar sejak 2002 hingga kini secara perlahan mulai direcovery dan telah dilakukan pada area hutan seluas 770 hektar dan terus dilakukan secara bertahap setiap tahunnya antara 30-40 hektar.







 






Gambar 5. Kegiatan reklamasi dan penyiraman tanaman pasca tambang

Kegiatan ini dilakukan secara bertahap mengingat bukan saja biaya yang dibutuhkan sangat besar namun juga harus bekerja sama dengan berbagai pihak agar hutan serta ekosistem yang ada kembali seperti sedia kala. Area yang direklamasi ini tersebar di daerah Tongo Loka, Sejorong dan Isdam (bagian timur Pit) dan akan terus menyusul pada daerah bekas penggalian lainnya. Untuk kegiatan reklamasi, lahan dibentuk sampai kemiringan 26,6 derajat, lalu dilakukan pelapisan tanah dengan ketebalan 2,75 centimeter. Sementara untuk mengurangi erosi atau sedimentasi, dilakukan upaya penanggulangan jangka pendek dengan menanam tanaman hidup, memasang ijuk dan net. Kegiatan reklamasi yang dimulai dari penataan lahan, pelapisan tanah serta pengendalian erosi serta selanjutnya dilakukan penanaman kembali tanaman hutan seperti banten, rimas, ipil, lempayan, maja, bungur, dan glumpang sehingga pada saatnya tiba hutan kembali seperti semula.

REFERENSI
Undang-Undang Dasar RI. No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Peraturan Pemerintah  No. 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pasca tambang
D.V. Ellis, and P.M. Hoover.(1987). Benthos on tailings beds from an abandoned coastal mine. Volume 21, Issue 10, Pages 477–480. Biology Department, University of Victoria. 
L.S. Almilia, & D. Wijayanto. (2007). Pengaruh Environmental Performance dan Environmental Disclosure terhadap Economic Performance. Proceedings The 1st Accounting Performance.
https://dennyrezakamarullah.wordpress.com/2015/02/18/mengenal-pengolahan-air-asam-tambang-pt-newmont/
http://www.mgi.esdm.go.id/content/teknologi-penempatan-tailing-ke-dasar-laut-konsekuensinya-terhadap-perubahan-bentuk-dasar-pe
http://www.ptnnt.co.id/id/pengelolaan-lingkungan.aspx

Tidak ada komentar:

Posting Komentar